Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, November 15, 2014

Seberapa sering Anda jamaah ke masjid?????




  
Sungguh menakjubkan, sungguh mengagumkan..
Subhaanallah... Meksipun usianya telah tua renta, semangatnya untuk menghadap Rabb-Nya tak pernah surut. Semangat untuk menuju tempat suci tak pernah hilang, tak pernah lenyap dan tak pernah padam meskipun kondisi fisiknya sudah tidak bersahabat lagi dengan dirinya. Entah apa yang membuat semangatnya begitu besar.
Begini ceritanya, ibu yang sudah lanjut usia itu berada di shaf depanku ketika berjamaah shalat maghrib di masjid. Ketika rakaat kedua, beliau bangkit dari sujud dengan susah payah, hingga berkali-kali jatuh karena tak kuat untuk berdiri. Tapi beliau tetap berusaha berdiri seperti makmum yang lain. Walaupun sebenarnya boleh jika beliau mau melakukan sholat dengan duduk. Tetapi tidak! Meskipun tersungkur berkali-kali, beliau tetap dan tetap berusaha untuk bangkit agar bisa melakukan shalat dengan berdiri.
Hari berikutnya, ada seorang ibu yang usianya lebih tua daripada ibu yang pertama. Ketika shalat shubuh, ibu tersebut duduk
Renungkanlah! Ibu yang sudah tua tersebut masih tetap semangat menjalankan shalat berjamaah walaupun kondisi fisiknya mulai melemah, bahkan shalat jamaah itu beliau laksanakan di masjid. Bagaimana dengan kita? Seberapa sering kita shalat berjamaah di masjid? Padahal kondisi fisik kita masih jauh lebih kuat daripada ibu tersebut. Bagaimana sikap kita saat mendengar adzan berkumandang? Segerakah kita mengambil air wudhu dan bergegas pergi ke masjid?

Friday, November 14, 2014

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG (KKL)
KEANEKARAGAMAN JAMUR, LICHEN, DAN LUMUT
DI TAMAN TAHURA R. SOERYO, DESA TULUNGREJO, KECAMATAN BATU, KABUPATEN MALANG
Dosen Pengampu :
Drs. Sulisetjono, M.Si
Ainun Nikmati Laily, M.Si
Disusun Oleh :
Novivy Ratna Sari (13620051)
Meike Tya Kusuma (13620062)
Magstin Najla Safura (13620072)
Muhammad Ikhsanuddin (13620073)
Zaidatul Khasanah (13620084)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada kami sehingga makalah “KeanekaragamanJamur, Lichen, dan Lumut di Taman Tahura R. Soeryo, Desa Tulungrejo, Kecamatan BAtu, Kabupaten Malang” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu meskipun kurang sempurna dalam sisi penulisan maupun isi yang terkandung di dalamnya. Makalah ini kami buat guna memenuhi salah satu praktikum mata kuliah Botani Tumbuhan Tidak Berpembuluh.
Ucapan terima kasih terlantun dari lisan dan hati penulis pada pihak – pihak terkait yang telah membantu secara tidak langsung mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah ini. Kepada Ibu Ainun Nikmati Laily, M.Si., yang telah memberikan setiap materi kepada penulis, dan mempercayai penulis untuk mengkaji lebih dalam pada materi porifera. Tak lupa kepada teman-teman yang telah rela membantu menyelesaikan makalah ini, baik dengan tenaga maupun fikiran.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik, dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran serta usul yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam belajar dan hasilnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Malang, 11 November 2014
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan di dunia ini sangat beragam. Terdapat tumbuhan yang sudah memiliki akar, batang dan daun yang sudah dapat dibedakan dengan jelas atau yang disebut Cormophyta. Akan tetapi ada pula tumbuhan yang akar, batang dan daunnya masih belum dapat dibedakan atau disebut thallophyta. Tumbuhan berkormus meliputi beberapa jenis tumbuhan tingkat tinggi, sedangkan tumbuhan berthallus meliputi alga, lumut dan lumut kerak. Dalam pembahasan ini akan diuraikan tentang lumut, liken (lumut kerak), dan jamur.
Tumbuhan Lumut (Bryophyta) merupakan tumbuhan yang relatif kecil, tubuhnya hanya beberapa milimeter saja, lumut hidup pada tempat-tempat yang lembab, sedangkan lichenes atau lumut kerak sering disebut sebagai tumbuhan perintis. Lichenes hidup sebagai epifit pada pohon-pohonan tetapi dapat juga di atas tanah. Selain itu terdapat jamur yang merupakan tumbuhan tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof.
Ketiga organisme tersebut secara umum dapat disebut sebagai organisme bertalus. Di Indonesia potensi akan tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan tersebut dapat ditemukan pada beberapa daerah yang memiliki kelembaban tinggi dan kondisi udara yang bersih. Habitat dari ketiga jenis organisme tersebut dapat ditemukan dalam satu tempat yang memang memiliki potensi sebagai tempat hidup yang memberikannya nutrisi dan pemenuhan unsur-unsur yang dibutuhkan. Salah satunya adalah di hutan wisata Tahura R. Soeryo.
Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo secara administrasi pemerintahan terletak di Desa Tulungrejo, Kecamatan Batu, Kabupaten Derah Tingkat II Malang, Propinsi Jawa Timur, sedangkan secara geografis Tahura R. Soeryo terletak pada 11232’00" Bujur Timur dan 7044'30" Lintang Selatan. Pengelolaan kawasan berada pada Resort KSDA Lalijiwo Barat, Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jatim I,
Balai KSDA IV, Kanwil Departemen Kehutanan Propinsi Jawa Timur ( Anonim, 2014).
Keadaaan flora dan kawasan TAHURA R. Soeryo didominasi tumbuhan jenis : Cemara (Casuarina junghuniana), Saren (Toenasureni), Pasang (Quercus lincata), Kemelandingan gunung (Mycura javabica) dan berbagai jenis tumbuhan bawah (Anonim, 2014). Tumbuhan bawah yang dimaksud adalah tumbuhan tingkat rendah seperti lichen, lumut, dan yang serupa, yakni jamur (fungi).
Allah SWT berfirman dalam Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30:
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan berbagai macam tumbuhan di muka bumi. Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini hendaknya menggali, memelihara, melestarikan dan mengambil manfaat demi terwujudnya kesejahteraan segenap umat manusia.
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan kegiatan mengamati dan meneliti spesies di habitat alinya yang perlu untuk dilakukan. Hal ini dilakukan agar mengetahui objek-objek yang diamati, meliputi klasifikasi, jenis, morfologi serta anatomi, siklus hidup dan manfaatnya sehingga memberi manfaat bagi masyarakat dan kehidupannya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kuliah kerja lapang (KKL) ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mempelajari morfologi, dan siklus hidup/reproduksi dari Jamur, Lichenes, dan Lumut di Tahura R. Soeryo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Batu, Kabupaten Malang.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari Kuliah Kerja Lapang (KKL) ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui jenis keanekaragaman jamur, lichen, dan lumut pada habitatnya secara langsung di Tahura R.Soeryo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Batu, Kabupaten Malang.
2. Dapat mengetahui organisasi talus, morfologi dan siklus hidup/reproduksi jamur, lichen, dan di Tahura R.Soeryo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Batu, Kabupaten Malang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 JAMUR (FUNGI)
Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehinnga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklrofil (Arif, dkk., 2007). P Oleh karena jamur memerlukan senyawa organic baik dari bahan organic mati maupun dari organisme hidup sehingga jamur dikatakan juga organisme heterotrofik. Jamur ini ada yang hidup dan memperoleh makanan dari bahan organik mati seperti sisa-sisa hewan dan tumbuhan, dan ada pula yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup. Jamur yang hidup dan memperoleh makanan dari bahan organic mati dinamakan saprofit, sedangkan yang hidup dan memperoleh makanan dari organism hidup dinamakan parasit (Darnetty, 2006).
Penampilan jamur atau cendawan tidak asing bagi kita semua. Kita dapat melihat pertumbuhan berwarna biru dan hijau pada buah jeruk dan keju. Pertumbuhan berwarna putih seperti bulu pada roti dan selai basi, jamur dilapangan dan hutan. Kesemuaan ini merupakan tubuh berbagai cendawan. Jadi cendawan mempunyai berbagai macam penampilan, tergantung pada spesiesnya. Telaah mengenai cendawan disebut mikologi. Cendawan terdiri dari kapang (mold) dan khamir (yeast) (Perlczar, 2005).
Kapang merupakan fungi yang berfilamen dan multiseluler. Kapang membentuk filament panjang yang disebut hifa dan meupakan cirri utama fungi. Koloni fungi yang merupakan massa hifa disebut miselium. Hifa mempunyai 2 struktur yaitu bersepta dan tidak bersepta. Septa ini menyekat sel sehingga filament yang panjang ini terlihat seperti rantai sel. Hifa yang tidak bersepta disebut hifa konosilitik. Hifa dapat membentuk struktur reproduksi yang disebut spora (Lay, 1994).
Khamir merupakan fungi yang tidak berrfilamen dan berproduksi memalui pertunasan atau pembelahan sel. Bentuk koloni khamir sering kali mirip dengan
bakteri. Khamir digunakan dalam pertumbuhan roti dan anggur, namun ada pula khamir yang dapat menimbulkan penyakit (Lay, 1994)
2.1.1 Morfologi Jamur
Pada umumnya, sel khamir lebih besar dari pada kebanyakan bakteri tetapi khamir yang paling kecil tidak sebesar bakteri yang terbesar, khamir sangat beragam ukurannya, berkisar antara 1 sampai 5 μm lebarnya dan panjangnya dari 5 samapi 30 μm atau lebih. Biasanya berbentuk telur, tetapi beberapa ada yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap spesies mempunyai bentuk yang khas tergantung pada umur dan lingkungan. Khamir tidak dilengkapi flagellum atau organ-organ penggerak lainnya (Pelczar, 2005).
Tubuh suatu kapang pada dasarnya terdiri dari dua bagian: miselium dan spora (sel resisten, istirahat atau dorman). Miselium merupakan kumpulan beberapa filament yang dinamakan hifa. Setiap hifa lebernya 5 sampai 10 μm, dibandingkan dengan sel bekteri yang biasanya berdiameter 1 μm (Pelczar, 2005).
2.1.2 Struktur Somatik
Tubuh jamur dikenal dengan nama talus, soma atau struktrur somatic yang pada dasarnya terdiri dari struktur berupa benang-benang bercabang yang disebut hifa. Hifa tersebut menyebar pada perukaan ataupun dalam substrat dan kumpulan dari hifa tersebut dinamakan miselium hifa jamur ada yang mempunyai sekat yang dikenal dengan istilah septum yang membangi hifa tersebut menjadi sel-sel uninukleat (berinti satu) ataupun multinukleat (berinti banyak). Hifa yang mempunyai septum tersebut dinamakan speta yang tidak mempunyai septum disebut asepta atau senosit. Talus atau hifa jamur dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:
1. Hifa vegetatif: tumbuh mengarah kedalam substrat dan berfungsi untuk mengabsorbsi nutrisi.
2. Hifa generative: tumbuh mengarah keluar dan berfungsi untuk perkembangbiakan (Darnetty, 2006).
Ada tiga macam morfologi hifa yaitu:
1. Asepta atau senosit. Hifa ini tidak mempunyai dinding sekat atau septum
2. Septa dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel berisi nukleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori ditengah-tengah yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari satu ruang keruang yang lain. Sungguhpun setiap ruang suatu hifa yang bersekat tidak terbatasi oleh suatu membrane sebagaimana halnya pada sel yang khas, setiap ruang itu biasanya dinamakan sel.
3. Septa dengan sel-sel multinukleat. Septum membagi hifa menjadi sel-sel dengan lebih dari satu nukleus dalam setiap ruang (Pelczar, 2005).
Kebanyakan struktur jamur berukuran besar terbentuk dari ayaman/ agregar hifa. Pada tahap-tahap tertentu dari siklus hidup kebanyakan jamur, miselium akan terorganisir membentuk anyaman-anyaman yang longgar ataupun padat yang dapat dibedakan dari hifa biasa sebagai berikut:
1. Prosenkim: ayaman hifa yang agak kendor, tersusun secara pararel, tiap-tiap hifa masih jelas dan mudah dilepaskan dan merupakan suatu bentuk memanjang.
2. Peudoparenkim: ayaman hifa yang lebih padat, tiap-tiap hifa sudah hilang sifat individunya dan tidak dapat dipisahkan dan bentuknya agak oval.
3. Rizomorf: anyaman hifa yang sangat padat, merupakan suatu unit yang terorganisir dan titik tumbuhnya mirip dengan titik tumbuh ujung akar.
4. Sklerotium: anyaman hifa yang keras, padat dan merupakan bentk istirahat yang tahan terhadap kondisi yang tidak menguntungkan.
5. Stroma: suatu struktur padat yang merupakan massa dari hifa yang berbentuk seperti bantalan (Darnetty, 2006).
2.1.3 Reproduksi Jamur
Secara alamiah cendawan berkebang biak dengan berbagai cara, baik secara aseksual dengan pembelahan, pencukupan atau pembentukan spora dapat pula secara seksual dengan peleburan nucleus dari satu sel induk. Pada pembelahan, suatu sel membagi diri untuk membentuk dua sel anak yang srupa. Pada penguncupan, suatu sel anak tumbuh dari penojolan kecil pada sel inangnya (Pelczar, 2005).
Spora aseksual dibentuk oleh hifa dari satu individu fungi. Bila spora aseksual berimigrasi, spora tersebut akan menjadi fungi yang secara genetic identik dengan induknya. Macam-macam spora aseksual:
1. Konidispora (konidium), berupa spora satu sel ataupun multisel, non motil, tidak terdapat dalam kantung dan dibentuk diujung hifa (konodiofer) konodium kecil bersel satu disebut mikrokonidium dan konidium besar bersel banyak disebut mikrokonodium, contohnya Aspergillus sp.
2. Sporangiospora, merupakan spora bersel satu, terbentuk didalam kandung yang disebut sporangium pada ujung hifa udara (sporangiosfor). Aplanospora merupakan sporangispora nonmotil dan zoospore merupakan jenis motil dengan adanya flagella, contohnya Rhizopus sp.
3. Arthrospora (oidium), yaitu spora bersel satu yang terbentuk melalui terputusnya sel-sel hifa.
4. Klamidospora merupakan spora bersel satu yang berdinding tebal dan senagt resisten terhadap kondisi lingkungan yang buruk terbentuk dari sel hifa somatic.
5. Blastospora, yaitu spora aseksual yang muncul dari pertunasan pada sel khamir.
Spora seksual dihasilkan dari reproduksi seksual, yaitu peleburan dua nukleus. Spora ini lebih jarang terbentuk, lebih belakangan, hanya terbentuk dalam kondisi tertentu dan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandinkan spora aseksual. Proses pembentukan spora seksual terdiri dari tiga tahap yaitu plasmogami, saat inti sel haploid dari sel donor (+) mempenetrasi sitoplasma sel resipien, karyagami, saat inti (+) dan inti (-) berfusi mejadi banyak inti haploid (spora seksual) yang beberapa diantaranya dapat merupakan rekomendasi genetic. Macam-macam spora seksual:
1. Askospora merupakan spora bersel satu yang terbentuk didalam kandung (askus). Biasanya terdapat delapan akospora dalam setiap askus.
2. Basidospora merupakan spora bersel satu dan terbentuk diatas 3 struktur ganda (basidium).
3. Zigospora merupakan spora besar berdinding tebal, terbentuk bila ujung dua hifa yang serasi secara seksual (gametangia) melebur.
4. Oospora terbentuk dalam struktur khusus pada betina yang disebut oogonium. Pembuahan telur (oosfer) oleh gamet jantan yang terbentuk dalam antheridium menghasilkan oospora. Dalam setiap oogonium terdapat satu atau beberapa oosfer (Pratiwi, 2004).
2.1.4 Fisiologi Jamur
Pada umumnya jamur benang lebih tahan terhadap kekeringan disbanding khamir atau bakteri. Namun demikian, batasan kandungan air total pada makanan yang baik untuk pertumbuhan jamur dapat diestimasikan dan dikatakan bahwa kandungan air dibawah 14-15% pada biji-bijian atau makanan kering dapat mencegah atau memperlambat pertumbuhan jamur (Hidayat, 2006).
Kebanyakan jamur termasuk dalam kelompok mesofilik, yaitu dapat tumbuh pada suhu normal. Suhu optimum untuk kebanyakan jamur sekitar 25-30oC, namun beberapa tumbuh pada suhu 35-37oC atau lebih, misalnya pada spesies Aspergillus. Sejumlah jamur termasuk dalam psikrotrofik, yaitu yang dapat tumbuh baik pada suhu dingin dan beberapa masih dapat tumbuh pada suhu dibawah pembekuan (-5oC – 10oC). hanya beberapa yang mampu tumbuh pada suhu tinggi (termofilik) (Hidayat, 2006).
Jamur benang biasanya bersifat aerob yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada interval pH yang luas (pH 2,0-8,5), walaupun pada umumnya jamur lebih suka pada suhu tinggi (termofilik) (Hidayat, 2006).
Jamur pada umumnya mampu menggunakan bermacam-macam makanan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Kebanyakan jamur memiliki bermacam-macam enzim hidrolitik, yaitu amylase, pektinase, proteinase dan lipase (Hidayat, 2006).
Beberapa jamur memproduksi komponen penghambat bagi mikroba lain, contohnya Penicillium chrysogenum dengan produksi penisilinya. Aspergillus
clavatus, klavasin. Beberapa komponen kimia bersifat miostatik menghambat pertumbuhan jamur (misalnya asam sorbet, propionate, asetat) atau bersofat fungisida yang mematikan (Hidayat, 2006).
2.1.5 Klasifikasi Jamur
Fungi dikalsifikasikan menjadi empat kelas utama yaitu Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Bersadarkan cirri-ciri spora seksual dan aseksual, habitat, struktur garis besar morfologi dan sifat nutrisinya, kelas Phycomycetes dibagi lagi menjadi enam kelas, yaitu Cytridiomycetes, Hypocytridiomycetes, Oomycetes, Plasmodiophormycetes, Trishomycetes dan Zygomycetes. Keenam kelas ini umumnya tidak mempunyai septa (dinding penyekat) yang teratur pada benang hifanya (coenocytic hyphae), sehingga mengakibatkan terdapat banyak mukleus (inti) disetiap sel benang hifa.
1. Ascomycetes
Jamur ini mempunyai miselium yang bersekat-sekat. Pembiakan secara vegetative dilakukan dengan konidia, sedang pembiakan secara generative dilakukan dengan spora-spora yang dibentuk didalam askus, beberapa askus terdapat didalam suatu tubuh buah. Pada umumnya askus itu suatu ujung hifa yang mengandung 4 atau 8 buah spora. Contoh-contoh Ascomycetes yang terkenal ialah:
a. Aspergillus, jamur ini kedapatan dimana-mana sebagai saprofit. Koloni yang sudah menghasilkan spora warnanya menjadi coklat kekuning-kuningan, kehijau-hijuan atau kehitam-hitaman. Miselium yang semula berwarna putih sudah tidak tampak lagi.
b. Penicillium, jamur ini serupa dengan Aspergillus, hanya dengan pengamatan mikroskop akan kelihatan perbedaanya dan perbedaan itu terletak dalam susunan konodianya (Dwidjoseputro, 1998).
2. Basidiomycetes
`Jamur ini merupakan miselium berseptum, telah berkembang dengan sempurna dan dapat melakukan penetrasi pada substrat serta menyerap bahan makanan. Miselium ini dapat telihat pada bagian-bagian yang lembab dari kayu-kayu terutama pada bagian bawah kulit dan juga daun-daun. Biasanya miselium berwarna putih, kuning cerah atau orange dan pertumbuhanya sering menyebar sepeti kipas. Sebagian dari filum Basidiomycota ada yang membentuk rhizomof. Miselium dari kebanyakan Basidiomycota melewati 3 tingkat perkembangan yaitu miselium primer, miselium sekunder dan miselium tersier. Pada awalnya miselium ini berinti banyak, kemudian dengan terbentuknya septa maka miselium ini berinti satu haploid. Miselium sekunder terjadi dari hasil plasmogami antara dua hifa yang kompatibel atau plasmogami antara oidio (spermatia) dengan hifa penerima (reseptif) yang kompatibel. Miselium tersier terdiri atas miselium sekunder yang telah terhimpun merupakan jaringan teratur misalnya yang membentuk basidiokarp. Pada bagian tengah septum terdapat logam. Ada dua tipa dasar dari basidium yaitu: Halobasidium merupakan basidium yang terdiri dari satu sel atau basidium yang tidak punya septa dan Phragmobasidium merupakan basidium yang terdiri dari 4 sel yang dibatasi oleh septa melintang ataupun membujur (Darnetty, 2006).
3. Deuteromycetes
Deuteromycetes juga disebut jamur tidak sempurna, yaitu jamur yang belum diketahui cara pembiakan seksualnya, oelh karena itu belum dapat dimasukkan kesalah satu kelas yang telah ditentukan (Dwidjoseputro, 1998). Akan tetapi karena konidiumnya jelas dan tidak asing lagi, banyak spesies masih dianggap tergolong kedalam kelas ini meskipun tingkat seksualnya saat ini telah ditehaui dengan baik. Kapang gerus Penicillium dan Aspergillus dikalsifikasikan sebagai Deuteromycetes meskipun tingkat pembentukan askosporanya telah ditemukan pada beberapa spesies (Pratiwi, 2004).
4. Phycomycetes
Cirri yang khas untuk mengenal sebagian besar Phycomycetes ialah miselium yang tidak bersekat-sekat. Warna miselium putih, jika tua mungkin agak coklat kekuning-kuningan, kebanyakan sporangium berwarna kehitam-hitaman. Beberapa contoh Phycomycetes:
a. Phytophthora, kebanyakan spesies berupa parasit pada tumbuh-tumbuhan tomat, kentang tembakau, karet dan lain-lainnya lagi.
b. Saprolegina, saprofit yang banyak kedapatan didalam air dan tanah yang basah. Ada juga yang menjadi parasit pada ikan dan insekta.
c. Mucor, saprofit yang banyak kedapatan pada sisa-sisa makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Mucor membiak dengan dua jalan, yaitu dengan spora yang semacam saja dan spora-spora yang berlainan jenis.
d. Rhizopus, beberapa spesies hidup sebagai saprofit dan beberapa spesies lain hidup sebagai parasit pada tumbuh-tumbuhan. Rhizopus nigricans kedapatan dimana-mana. Semula miseliumnya tampak seperti sekelompok kapas, lama kelamaan koloni menjadi berwarna kehitam-hitaman karena banyak sporangium dan spora. Rhizopus banyak menyerupai mucor, hanya miselium Rhizopus terbagi-bagi atas stolon yang menghasilkan alat-alat serupa akar (rhizoida) dan sporangiofor (Dwodjoseputro, 1998).
2.2 LICHENES (LUMUT KERAK)
Lumut kerak merupakan simbiosis antara jamur dari golongan Ascomycotina atau Basidiomycotina (mikobion) dengan Chlorophyta atau Cyanobacteria bersel satu (fikobion). Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Lumut kerak bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali (Indah, 2009 : 41).
Lichen merupakan simbiosis mutualisme adalah hubungan antar organisme yang saling menguntungkan. Jamur pada lumut kerak berfungsi sebagai pelindung dan penyerap air serta mineral. Ganggang yang hidup di antara miselium jamur berfungsi menyediakan makan melalui fotosintesis (Kimball, 1998).
Anatomi Lumut Kerak Apabila kita sayat tipis tubuh lumut kerak, kemudian diamati di bawah mikroskop, maka akan terlihat adanya jalinan hifa/misellium jamur yang teratur dan dilapisan permukaan terdapat kelompok alga bersel satu, yang terdapat disela-sela jalinan hifa. Secara garis besar susunan tubuh lumut kerak dapat dibedakan menjadi 3 lapisan. Yaitu(Sulisetjiono, 2009):
1. Lapisan Luar (korteks) yaitu Lapisan yang tersusun atas sel-sel jamur yang rapat dan kuat, menjaga agar lumut kerak tetap dapat tumbuh.
2. Lapisan Gonidium merupakan lapisan yang mengandung ganggang yang menghasilkan makanan dengan dengan berfotosintesis.
3. Lapisan Empulur yaitu lapisan yang tersusun atas sel-sel jamur yang tidak rapat, berfungsi untuk menyimpan persediaan air dan tempat terjadinya perkembangbiakan. Pada kelompok lumut kerak berdaun (feliose) dan perdu (fruticose) memiliki korteks bawah yang susunannya sama dengan korteks atas, tetapi menghasilkan sel-sel tertentu untuk menempel pada substirat atau dikenal sebagai rizoid(Kimball, 1988).
3 Morfologi Lumut Kerak menurut pertumbuhannya, lumut kerak memperlihatkan beberapa macam bentuk morfologi yang berbeda, antara lain(Tjitrosoepomo, 2009):
1. Foliose (bentuk daun) memiliki bentuk thallus berupa lembaran dan mudah dipisahkan dari substratnya. Membentuk bercak pada batu, dinding dan kulit kayu pohon tropika. Permukaan bawah melekat pada substrat dan permukaan atas merupakan tempat fotosintesis. Jenis ini tumbuh dengan garis tengah mencapai 15-40 cm pada lingkungan yang menguntungkan.
2. Crustose memiliki bentuk datar seperti kerak. Tumbuh pada kulit batang pohon. Berbentuk seperti coret-coret kecil dan pada batang kayu yang sudah mati.
3. Squamulose yaitu berupa campuran bentuk kerak dan daun.
4. Fruticose memiliki thallus tegak mirip perdu. Tumbuh menempel pada substrat oleh satu atau lebih akar. Beberapa jenis dari lumut ini mempunyai kandungan antibiotik dan anti kanker. Hidup bergelantungan di udara, menempel pada pohon-pohon di pegunungan.
5. Lumut Kerak Berfilamen Lumut ini tampak seperti kapas wol. Tumbuh pada kulit kayu pohon dan perdu, berwarna jingga kekuningan atau hijau cerah.
Lumut kerak mampu hidup pada daerah bebatuan dan mampu merubah area tandus berbatu menjadi tempat yang digunakan untuk tumbuh-tumbuhan lain. Sehingga berperan sebagai tumbuhan perintis, membantu siklus nitrogen, sebagai indikator lingkungan Beberapa lumut kerak yang mengandung ganggang cyanophyta (cynobacterium) yang tumbuh tersebar di hutan tropika mampu hidup pada intensitas cahaya yang rendah dan yang lebih penting mereka dapat menggunakan nitrogen bebas (gas nitrogen) menjadi nitrogen organik (asam amino dan protein). Jadi lumut kerak cynobacterium dalam ekosistem membantu daur nitrogen yang berperan dalam persediaan pupuk alami pada ekosistem dasar hutan hujan (Yurnaliza, 2002). Reproduksi Lumut Kerak Perkembangbiakan lumut kerak dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu vegetatif dan generative. Reproduksi vegetatifnya dilakukan dengan cara fragmentasi soredium. Jika Soredium terlepas, kemudian terbawa angin atau air dan tumbuh di tempat lain. Sedangkan reproduksi genetatif spora yang dihasilkan oleh askokarp atau basidiokarp, sesuai dengan jenis jamurnya. Spora dapat tumbuh menjadi lumut kerak baru jika bertemu dengan jenis alga yang sesuai. Sel-sel alga tidak dapat melakukan perkembangbiakan dengan meninggalkan induknya, melainkan hanya dapat berbiak dengan membelah diri dalam tubuh lumut kerak. Dengan soredium adalah Sekelompok jalinan hifa yang menyelubungi sel- sel alga. Dan fragmentasi adalah terlepasnya bagian tubuh untuk menjadi organisme baru(Tjitrosoepomo, 2009).
2.3 LUMUT (BRYOPHYTA)
Bryophyta adalah tumbuhan darat berklorofil yang tumbuh di tempat-tempat lembab.Tumbuhan lumut mempunyai pergiliran generasi dari sporofit diploid dengan gametofit yang haploid. Meskipun sporofit secara morfologi dapat dibedakan dari gametofit (heteromorf), tetapi sporofit ini tidak pernah merupakan tumbuhan mandiri yang hidup bebas. Sporofit tumbuhnya selalu dalam ikatan dengan gametofit, yang berupa tumbuhan mandiri, menyediakan nutrisi bagi sporofit.Pada lumut, gametofitlah yang dominan. Beberapa tumbuhan lumut masih mempunyai talus, tidak mempunyai akar, batang, dan daun. Bryophyta yang dapat dibedakan batang, dan daunnya, belum mempunyai akar sejati, hanya ada rhizoid(Sabariah, 2000).
Dibandingkan dengan alga, jamur dan tumbuhan tingkat tinggi maka lumut merupakan golongan yang kecil. Bryophyta adalah tumbuhan darat berklorofil yang tumbuh ditempat-tempat lembab.Tumbuhan lumut mempunyai pergiliran generasi dari sporofit diploid dengan gametofit yang haploid.Meskipun sporofit secara morfologi dapat dibedakan dari gemetofit tetapi sporofit tidak pernah merupakan tumbuhan yang mandiri yang hidup bebas.Sporofit tumbuhnya selalu dalam ikatan dengan gametofit yang berupa tumbuhan mandiri, menyediakan nutrisi bagi sporofit.Pada lumut, gametofitlah yang dominan (Schofield, 1927). Sporofit merupakan fase dimana lumut menghasilkan spora. Perkecambahan spora, pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan lumut dipengaruhi oleh kelembaban dan intensitas cahaya matahari ( Windadri, 2009).
Ciri-ciri lumut (Bryophyta) yaitu berklorofil, belum memiliki akar, daun dan batang sejati, berspora, sudah membentuk embrio, memiliki gametofit yang dominan dan memiliki alat pembiakan yang multi sel. Sel-sel alat pembiakan tersebut membentuk selubung luar yang steril dan di dalamnya terdapat gamet. Struktur yang demikian penting agar gamet terlindung dan tidak kekeringan.Alat kelamin betina (arkegonium) bentuknya seperti botol dan berisi satu ovum, alat kelamin jantan (anteredium) bentuknya lonjong bertangkai pendek dan menghasilkan banyak spermatozoid (Sabariah, 2007).
Lumut terdiri dari tiga jenis, yaitu lumut daun yang hidup di tanah gambut, lumut tanduk yang hidup di danau atau sungai dan lumut hati yang berhabitat di pepohonan (Yuliasari, dkk., 2011).
1. Lumut Hati (Hepaticopsida)
Lumut hati tubuhnya berbentuk lembaran, menempel di atas permukaan tanah, pohon atau tebing. Terdapat rizoid berfungsi untuk menempel dan menyerap zat-zat makanan. Tidak memiliki batang dan daun. Reproduksi secara vegetatif dengan membentuk gemma (kuncup), secara generatif dengan membentuk gamet jantan dan betina. Contohnya: Ricciocarpus, Marchantia dan Lunularia (Yulianto, 1992).
2. Lumut Tanduk (Anthoceratopsida)
Bentuk tubuhnya seperti lumut hati yaitu berupa talus, tetapi sporofitnya berupa kapsul memanjang. Sel lumut tanduk hanya mempunyai satu kloroplas. Hidup di tepi sungai, danau, atau sepanjang selokan. Reproduksi seperti lumut hati. Contohnya Anthocerros sp (Yulianto, 1992).
3. Lumut Daun (Bryopsida)
Lumut daun juga disebut lumut sejati. Bentuk tubuhnya berupa tumbuhan kecil dengan bagian seperti akar (rizoid), batang dan daun. Reproduksi vegetatif dengan membentuk kuncup pada cabang-cabang batang. Kuncup akan membentuk lumut baru. Contoh: Spagnum fibriatum, Spagnum squarosum (Yulianto, 1992).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) kali ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 9 November 2014. Studi lapangan ini bertempat di daerah kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R.Soeryo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Batu, Kabupaten Daerah Tingkat II Malang.
3. 2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam KKL ini adalah sebagai berikut :
1. Kamera 1 buah
2. Pensil 1 buah
3. Penggaris 1 buah
4. Banner 1 buah
5. Label 1 set
6. Plastik 1 bendel
7. Catatan 1 buah
8. Referensi identifikasi lumut 1 buah
3.2.2 Bahan
Bahan – bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Sampel tumbuhan lumut 1 tanaman
2. Sampel tumbuhan liken 1 tanaman
3. Sampel tumbuhan jamur 1 tanaman
3.3 Cara Kerja Langkah-langkah kerja pada saat Kegiatan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) adalah sebagai berikut:
1. Dicari species dari Jamur, Lichenes, dan Lumut dengan cara mencarinya di sekitar daerah yang di amati misal pohon, batu, dan tanah. 2. Diambil spesies yang telah di temukan (hanya beberapa saja untuk menjaga kelestarian lingkungan). 3. Didokumentasikan species yang telah di temukan dengan cara di foto 4. Dimasukkan species yang di peroleh ke dalam wadah plastic 5. Dikumpulkan semua species yang diperoleh pada setiap kelompok 6. Diidentifikasi semua species yang telah di temukan (termasuk dalam kelas apa)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jamur Kayu (Ganoderma lucidum)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur
Gambar 4.1 Ganoderma lucidum
Sumber: (Woodi, 2011)
Klasifikasi menurut (Alexopoulus, 1996): Divisi: Basidiomycota
Kelas: Agaricomycetes
Bangsa: Polyporales
Suku: Ganodermataceae
Marga: Ganoderma
Jenis: Ganoderma lucidum
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan hutan cangar, didapatkan spesies jamur yaitu Ganoderma lucidum dengan ciri-ciri pinggiran berwarna cokelat muda, semakin ketengah coklat tua. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan pendapat Tambunan (1989) bahwa tubuh buah mula-mula berwarna kekuning-kuningan saat masih muda, yaitu pada umur 1-2 bulan, kemudian berubah menjadi merah atau cokelat tua. Jadi bisa dikatakan jamur G. lucidum yang ditemukan merupakan jamur yang sudah berumur tua.
G. lucidum berbentuk setengah lingkaran dan agak cekung seperti kipas, talusnya berbentuk lembaran tipis sedikit keras dengan tekstur bersifat seperti kayu, menempel pada kayu yang sudah mati dan lapuk. Bagian tengah terdapat misellium dan bagian yang pinggir disebut cap namun tidak dalam bentuk tudung. Hasil pengamatan morfologi pada spesies ini telah sesuai dengan pendapat Gunawan (2000) yang menyatakan bahwa bentuk payungnya setengah lingkaran mirip ginjal, dengan ketebalan bervariasi antara 2-5 cm.
Habitat Ganoderma memerlukan lingkungan yang panas dan lembap, suhu antara 26 – 27 derajat Celsius untuk tumbuh (Suhono, 2012). Oleh karena itu, banyak Ganoderma tumbuh liar yang di tahura R. Soeryo. Ganoderma biasa dilihat tumbuh pada pohon yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Biasanya paling banyak ditemui tumbuh pada tanaman angsana (Pterocarpus indica) atau pohon kenari (Canarium commune). Hidupnya pada batang pohon bersifat parasit sehingga jika jamur ini tumbuh pada batang pohon yang masih hidup maka disekitar jamur tersebut batang pohon tersebut akan lapuk.
Menurut Tjitrosoepomo (2009) menyatakan Reproduksi pada jamur kayu (Ganoderma sp.) yang tergolong dalam devisi basidiomycota secara aseksual dengan cara membentuk sporakonidia. Pertemuan dua hifa (+) dan hifa (-), terjadi didalam tanah menjadi tubuh buah (basidiokarp).Perkembangan basidiokarp terjadi di atas permukaann tanah sampai dengan dihasilkannya basidiospora.Pembentukan basidiospora terjadi di dalam basidium yang terletak di permukaan bawah tudung basidiokarp. Basidiomycota bereproduksi secara aseksual dengan permulaan pembentukan spora aseksual Budding yang terjadi ketika suatu perkembangan sel induk dipisahkan menjadi sel baru. Setiap sel dalam organisme dapat kuncup.Pembentukan spora aseksual yang paling sering terjadi di ujung struktur khusus yang disebut konidiospore (Tjitrosoepomo, 2009).
Sedangkan reproduksi seksualnya yaitu dengan cara pembentukan basidiospora pada basidium atau diluar basidium melalui suatu tangkai yang disebut sterigma. Ada bermacam-macam badan buah pembentuk spora pada Basidiomycetes. Dimana tahapan reproduksi seksual pada Basidiomycota ialah (Tjitrosoepomo, 2009) ;
1. Hifa (+) dan hifa (-) yang berinti haploid (n) berkecambah dari basidospora. Kedua hifa ini saling bersinggungan.
2. Plasmogami terjadi antara hifa (+) dan hifa (-) sehingga inti salah satu hifa pindah kehifa lainnya membentuk hifa dengan dua inti haploid (n) yang berpasangan (dikariotik).
3. Hifa haploid dikariotik akan tumbuh menjadi miselium haploid dikariotik.
4. Miselium dikariotik tumbuh dan membentuk badan buah yang disebut basidiokarp.
5. Pada ujung-ujung hifa basidokarp terjadi kariogami sehingga membentuk basidium yang berinti diploid (2n)
6. Inti diploid dalam basidium akan membelah secara meiosis menjadi empat inti yang haploid (n).
7. Basidium membentuk empat tonjolan yang disebut sterigma pada ujungnya.
8. Satu inti haploid pada basidium kemudian masuk ke dalam salah satu sterigma dan berkembang menjadi basidiospora.
9. Jika basidiospora terlepas dari basidium ndan jatuh pada tempat yang sesuai, akan tumbuh menjadi hifa yang haploid (Tjitrosoepomo, 2009).
Menurut Gunawan (2000), kandungan utama G. lucidum adalah protein, polisakarida (ganodelan A, ganodelan B, dan beberapa jenis glukans), triterpenoid (asam ganodermik, ganodermadiol, dan 110 macam lainnya) yang strukturnya mirip hormon steroid, juga germanium, ergosterol, coumarin, mannitol, alkaloid, asam lemak tak jenuh, adenosin, dan berbagai vitamin (B, C, D) serta mineral (natrium, kalsium, seng, besi, fosfor).
Suranto (2002) menyatakan manfaat jamur kayu untuk kesehatan dan kebugaran tubuh antara lain: memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap gangguan penyakit, menjaga dan mempertahankan vitalitas tubuh sehingga tetap sehat dan segar, meningkatkan dan memelihara metabolisme di dalam tubuh, memperkuat kerja jantung, memelihara dan meningkatkan gairah seksual, menurunkan kandungan kanker atau tumor akibat senyawa karsinogen.
4.2 Lumut Kerak (Ramalina farinacea)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur
Gambar 4.2 Ramalina farinacea
Sumber: (Woodi, 2011)
Klasifikasi menurut (Alexopoulus, 1996): Kingdom : Plantae
Divisi : Ascolichenes
Kelas : Lecanoromycetes
Ordo : Lecanorales
Famili : Ramalinaceae
Genus : Ramalina
Spesies : Ramalina farinacea
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap spesies yang telah ditemukan di Cangar, didapatkan bahwa Ramalina farinacea merupakan salah satu jenis lichen yaitu frutikosa karena struktur morfologi talusnya bercabang-cabang menggantung pada substrat yaitu pada batang pohon yang lembab dan banyak terdapat air. Talusnya tipis dan pendek, berwarna hijau pudar, struktur talusnya halus dan bentuknya seperti serabut. Menurut Suhono (2012) jenis ini banyak di Indonesia, tumbuh pada batang tanaman dan kayu lapuk dan di batuan. Tubuh buah mengkerut dengan tepian putih. Kerutan tubuh buah berbentuk mirip mangkuk. Berdasarkan pendapat tersebut, pengamatan telah sesuai.
Spesies ini mirip dengan genus Usnea, akan tetapi talusnya berbentuk lembaran bukan silinder dan sedikit lebih lebar daripada spesies dari genus Usnea. Pengamatan tersebut sesuai dengan pendapat Indriani (2004) bahwa Ramalina farinacea secara morfologi tanaman ini memiliki bentuk tubuh yang menyerupai tanaman tingkat tinggi dan memiliki daun semu (lembaran kecil menyerupai daun). Tjitrosoepomo (2009) juga menambahkan bahwa spesies ini memiliki daun-daun sempit.
R. farinacea tumbuh dalam koloni pada batang tumbuhan yang telah lapuk. Daerah dengan kelembapan tinggi amat disukainya, terutama di tepian sungai. R. farinacea ini berkembangbiak secara seksual dan aseksual. Secara seksual dengan apothesia yang tumbuh pada ujung tubuh buah. Di dalam apothesia terdapat askupora yang berisi spora. Perkembangbiakan secar aseksual dilakukan dengan potongan atau pemutusan bagian tubuh buah yang terpisah. Tubuh buah ini kemudian tumbuh menjadi individu baru dan mengeluarkan banyak tubuh buah berupa batang-batang-batang kecil bercabang (Suhono, 2012).
Secara tradisional, jenis liken ini di manfaatkan sebagai bahan obat, antara lain untuk mengobati diare, disentri dan pegel linu. Liken ini juga digunakan sebagi anti biotik dan anti jamur pada luka dan pembekakan, serta mengatasi infeksi paru-paru dan TBC (Suhono, 2012).
4.3 Lumut Daun (Polytrichum sp.)
Gambar Pengamatan
Gambar literature
Polytrichum sp.
Sumber : (Kuo, 2011)
Klasifikasi Polytrichum sp. menurut Aslan (1998):
Kingdom: Plantae
Divisi: Bryophyta
Classis: Bryopsida
Ordo: Polytricales
Familia: Polytrichaceae
Genus: Polytrichum
Spesies: Polytrichum sp.
Hasil pengamatan pada spesies lumut (Bryophyta) didapat spesies yang bernama Polytrichum sp. Menurut Setyawan (2000), menyatakan bahwa salah satu anggota kelas Bryopsida yang sangat terkenal adalah genus Polytrichum. Kapsul spora tegak, gigi peristom sebanyak 2-64 buah, terdiri dari sel-sel utuh, tidak bergaris-garis dengan dinding-dinding menebal dan panjang. Daun kecil, dengan lamela membujur di sisi-sisinya. Susunan daun khas, merupakan bentuk adaptasi terhadap kekurangan air. Daunnya berwarna hijau dan sel-sel lapisan atas mengandung banyak klorofil. Hasil pengamatan pada Polytrichum sp. ini telah sesuai dengan literatur di atas bahwa warna thallus pada Polytrichum sp. berwarna hijau. Spesies ini memiliki bentuk tubuh yang menyerupai tanaman tinggi, memiliki daun semu, tidak terdapat seta dan kaliptra, tinggi thallus kurang lebih 3 cm.
Habitat Polytrichum sp. ini di zona amofibious, lebih suka hidup di pinggir sungai, tanah liat, batuan, kayu-kayu kering, lumpur dan gundukan pasir. Habitat tersebut sesuai dengan pendapat Setyawan (2000) bahwa Polytrichum sp. termasuk divisi Bryophyta yang sering melimpah di tempat lembab, lumut ini sensitif terhadap polusi udara, dan di tempat yang mengalami polusi berat mereka sering tidak tumbuh.
Spesies ini memiliki sel pengangkut untuk mengangkut air dan makanan, baik pada gametofit maupun sporofit. Gametofit membentuk stadium sementara yang lemah (protonema), mengandung cabang seksual tegak (gametofit berdaun). Cabang ini tumbuh menjadi individu baru setelah protonema tereduksi. Cabang seksual dibedakan menjadi daun dan batang, biasanya simetri radial. Alat kelamin dibentuk dari sel superfisial dorsal batang. Pertumbuhan sporofit terbatas, terdiri dari kaki, seta
dan kapsul atau hanya kaki dan kapsul saja. Jaringan sporogen, kapsul dibentuk dari endotesium atau amfitesium embryo, kadang-kadang dikelilingi kolumela (Setyawan, 2000).
Richardson (1981) dalam Windadri dan Siti (2009) melaporkan bahwa beberapa jenis anggota dari marga Polytrichum dimanfaatkan untuk memperindah taman di sekitar pura Saihoji di kaki Gunung Kornzan di sebelah barat Kyoto. Selain ini Polytrichum digunakan sebagai indikator terhadap kondisi asam serta memiliki mineral dan unsur hara yang kaya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Simpulan yang didapat berdasarkan KKL di Tahura R. Soeryo adalah:
1. Ganoderma lucidum merupakan spesies jamur yang mempunyai karakteristik berwarna cokelat muda, berbentuk setengah lingkaran dan agak cekung seperti kipas, talusnya berbentuk lembaran tipis sedikit keras dengan tekstur bersifat seperti kayu, menempel pada kayu yang sudah mati dan lapuk. Ganoderma biasa dilihat tumbuh pada pohon yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Reproduksi basidiomycota secara aseksual dengan cara membentuk sporakonidia. Sedangkan reproduksi seksualnya yaitu dengan cara pembentukan basidiospora
2. Ramalina farinacea merupakan spesies liken yang mempunyai karakteristik talusnya bercabang-cabang menggantung pada substrat yaitu pada batang pohon yang lembab dan banyak terdapat air. Talusnya tipis dan pendek, berwarna hijau pudar, struktur talusnya halus dan bentuknya seperti serabut. Reproduksi secara seksual dengan apothesia yang tumbuh pada ujung tubuh buah. Sedangkan secara aseksual dengan fragmentasi talus.
3. Polytrichum sp. merupakan spesies lumut yang mempunyai karakteristik warna thallus pada Polytrichum sp. berwarna hijau. Spesies ini memiliki bentuk tubuh yang menyerupai tanaman tinggi, memiliki daun semu, tidak terdapat seta dan kaliptra, tinggi thallus kurang lebih 3 cm. Habitat Polytrichum sp. ini di zona amofibious. Reproduksi lumut ini secara seksual dengan spora yang dihasilkan oleh sporofit. Sedangkan secara aseksual dengan fertilisasi yang dihasilkan oleh gametofit.
5.2 Saran
Diharapkan para praktikan membentuk tim dalam melakukan pengamatan. Hal ini bertujuan untuk efektifitas dalam pengamatan serta efisiensi waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Perlindungan Hutan Dan Koservasi Alam. https://www.google.com/ Diakses 12 November 2014
Arif, dkk. 2007. Isolasi Dan Identifikasi Jamur Kayu Dari Hutan Pendidikan Dan Latihan Tabo-Tabo Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Jurnal Perennial. Vol 3. No. 2
Aslan, L. M. 1998. Budidaya Jamur. Yogyakarta: Kanisius
Darnetty. 2006. Pengantar Mikologi. Andalas Universiti Press: Padang.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobilogi. Djambatan: Jakarta.
Gunawan, A.W. 2000. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya
Hidayat, Nur dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi: Yogyakarta
Indah, N. 2009. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah (Schyzophyta,Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Jurusan Biologi FP MIPA Institut Keguruan Ilmu Pendidikan PGRI Jember
Indriani. 2004. Biologi Interaktif. Jakarta: Azka Press
Kimball, J.W. 1998. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Kuo. 2011. http://www.photograph.com/ Diakses 12 November 2014
Lay, Bibiana W. 1994. Analisis Mikroba Dilaboratorium. Raja Gratindo Persada: Jakarta.
Perlczar, Michael. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press: Jakarta.
Pratiwi, Sylvia T. 2004. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga: Jakarta.
Sabariah, Sukiman. 2000. Biologi. Bandung: Grafindo
Schofield, W.B. 1927. Introduction to Bryology. Columbia: Departemen of Botany Unversity of British Columbi
Setyawan, Ahmad Dwi. 2000. Petunjuk Praktikum Tumbuhan Rendah I (Cryptogamae). Surakarta: UNS
Suhono, Budi. 2012. Ensiklopedia Biologi Dunia Tumbuhan Runjung Dan Jamur. Jakarta: Lentera Abadi
Sulisetijono. 2009. Fungi. Malang: UIN Press
Suranto. 2002. Budidaya Jamur Kayu. Jakarta: Agromedia Pustaka
Tambunan, B. 1989. Deterotasi Kayu oleh fakultas Biology. Bogor: IPB
Tjitrisoepomo, Gembong. 2009. TaksonomiTumbuhan. Yogyakarta: UGM Press
Windadri. 2009. Keragaman Lumut di Resort Karang Ranjang, Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 10. No 1
Woodi. 2011. Plantamor. http://www.plantamor.com Diakses 12 November 2014
Yulianto, Suroso Adi. 1992. Pengantar Cryptogamae. Bandung: TARSITO
Yuliasari, dkk. 2011. Penurunan Kebutuhan Oksigen Kimiawi Limbah Jumputan Menggunakan Lumut Hati. Jurnal Penelitian Sains. Vol 14. No 1
Yurnaliza. 2002. Lichenes (Karakteristik, Klasifikasi Dan Kegunaan). Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Thursday, October 16, 2014

KKL Kndang merak kelompok 2



LAPORAN KKL (KULIAH KERJA LAPANGAN) MAKROALGA DI PANTAI KONDANG MERAK MALANG SELATAN

Dosen Pengampu:
Drs. Sulisetijono, M.Si
Ainun Nikmati Laily, M.Si

Description: C:\Users\tiwi\Pictures\My Privacy\UIN mlg\images.jpg

Disusun Oleh:
Ikbalullah M K          13620013
Dian Eka Pratiwi      13620046
Ismi Anni Aslikhah   13620055
Zainuna Zuhro          13620066
Nadia Alfa Sakinah  13620076

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2014

KATA PENGANTAR


Puji syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ini tepat pada waktunya. Laporan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ini kami susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Botani Tumbuhan Tidak Berpembuluh
Pembuatan Laporan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ini menggunakan metode studi pustaka dan observasi lapangan, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi yang dibahas dari berbagai referensi. Kami gunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun dapat memberikan informasi yang akurat.
Selain itu, tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada seluruh aspek yang telah membantu kami dalam penyelesaian Laporan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ini. kami menyadari bahwa Laporan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ini masih sangat jauh dalam kesempurnaan. Oleh karena itu kami memohon kritik serta saran yang membangun sehingga dapat membantu kami dan memajukan kualitas serta kemampuan kami dalam penyusunan Laporan KKL (Kuliah Kerja Lapangan). Atas perhatiannya kami mengucapkan Terima kasih.

Malang, 16 Oktober 2014

DAFTAR ISI

Cover……………………………………………………………………………………………... i



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah baik flora maupuan fauna, keanekaragaman hayati dapat memberikan manfaat  bagi masyarakat, diantaranya dapat memenuhi kebutuhan manusia yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein sebagai salah satu sumber pembagun tubuh dapat berasal dari tumbuhan (nabati) dan hewan (hewani).
Dalam mengetahui klasifikasi, taksonomi, kekerabatan dan asal-usul suatu makhluk hidup diperlukan sistematika.Tumbuhan ganggang (Algae) merupakan tumbuhan talus yang hidup di air, baik air tawar maupun air laut, setidak-tidaknya selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Tumbuhan talus ialah tumbuh tumbuhan yang belum dapat dibedakan dalam tiga bagian utamanya, yang disebut akar, batang dan daun. Tubuh yang berupa talus itu mempunyai struktur dan bentuk dengan variasi yang sangat besar. Tumbuhan yang memiliki ciri utama berbentuk talus dimasukkan ke dalam Divisi Thallophyta.
Untuk mempelajari Divisi Algae baik secara morfologi maupun habitat, perlu diadakannya pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti dengan KKL (Kuliah Kerja Lapangan), sehinggga mahasiswa dapat lebih mudah untuk mengidentifikasi baik ciri–ciri mofologi (penampakan luar) maupun habitatnya, dalam hal ini maka Kuliah Kerja Lapangan  dengan mengamati spesies–spesies tumbuhan dari Divisi Algae di Pantai Kondang Merak, Malang Selatan sebagai Kuliah Kerja Lapangan (KKL) secara terorganisir.
Pentingnya dilakukannya Kuliah Kerja Lapangan (PKL) Divisi algae secara terorganisir adalah agar mahasiswa  mengetahui tumbuhan-tumbuhan tingkat rendah dari Divisi Alga secara langsung untuk diamati bagian-bagian dan ciri-ciri khususnya kemudian digunakan sebagai acuan dalam mengidentifikasi. Selain itu agar mahasiswa mengetahui warna, bentuk dan habitat asli dari Divisi Algae karena pada waktu praktikum di laboratorium warna dan bentuk preparat atau sampel alga sudah berubah karena diawetkan, sehingga diperlukan untuk melihat preparat atau sampel alga dengan morfologi dan habitat dalam bentuk aslinya.


1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari diadakannya KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ini adalah bagaimana organisasi thalus, morfologi dan siklus hidup atau reproduksi alga di Pantai Kondang Merak, Malang Selatan?

1.3 Tujuan

Tujuan dari KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ini adalah untuk mempelajari organisasi thalus, morfologi dan siklus hidup atau reproduksi alga di Pantai Kondang Merak, Malang Selatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Makroalga

Alga adalah organisme berklorofil, tubuhnya merupakan thalus (uniseluler dan multiseluler), alat reproduksi pada umumnya berupa sel tunggal, meskipun ada juga alga yang alat reproduksinya tersusun dari banyak sel (Sulisetijino, 2009).
Menurut Sulisetijono (2009), ada tiga ciri reproduksi seksual pada alga yang dapat digunakan untuk membedakannya dengan tumbuhan hijau yang lain. Ketiga ciri yang dimaksud adalah:
1.      Pada alga uniseluler sel itu sendiri berfungsi sebagai sel kelamin (gaimet).
2.      Pada laga multiseluler, gametangium (organ penghasil gamet) ada yang berupa sel tunggal, dan ada pula gametangium yang tersusun dari banyak sel.
3.      Sporangium (organ penghasil spora) dapat berupa sel tunggal, dan jika tersusun dari banyak sel, semua penyusun sporangium bersifat fertile.
Makroalga termasuk tumbuhan tingkat rendah. Walaupun tampak adanya daun, batang, dan akar bagian-bagian tersebut hanya semu belaka (Yulianto, 1996).
Makroalga merupakan tumbuhan talus yang hidup di air, setidak-tidaknya selau menempati habitat yang lembab atau basah. Selnya selalu jelas mempunyai inti dan plastid, dan dalam plastidanya terdapat zat-zat warna derifat klorofil, yaitu klorofil a dan b atau kedua-duanya. Selain derifat-derifat klorofil terdapat pula zat-zat warna lain, dan zat warna lain inilah yang jistru kadang-kadang lebih menonjol dan menyebabkan ganggang tertentu diberi nama menurut warna tadi. Zat-zat warna tersebut berupa fikosianin (warna biru), fikosantin (warna pirang) dan fikoerotrin (warna merah). Disamping itu juga biasa ditemukan zat-zat warna santofil dan karotin (Tjitrosoepomo, 1998).

2.2 Morfologi Makroalga

Alga atau ganggang adalah kelompok talophyta yang berklorofil. Berdasarkan ukuran struktur tubuhnya, alga di bagi dalam 2 golongan besar yaitu:
1.      Makroalga, yaitu alaga yang mempunyai bentuk dan ukuran tubuh mkroskopik.
2.      Mikroalga, yaitu alga yang mempinyai bentuk tubuh yang mikroskopik
Menurut sulisetijono (2000), kajian fisiologi dan bio kimia dan dilengkapi dengan penggunaan mikroskop electron, maka dasa perngelompokan alga yang utama adalah sebagai berikut:
1.      Pigmentasi: alga mempunyai berbagai warna, pigmen pun telah ditemukan. Semua golongan alga mengandung klorofil dan beberapa karotenoit. Dalam pigmen karotenoid termasuk karoten dan santofil. Disamping pigmen tersebut ada pula pigmen fikobiliprotein, pigmen ini terdapat dalam alga merah
2.      Hasil fotosintesi yang disimpan sebagai cadangan makanan: cadang makanan umumnya disimpan dalam sitoplasma sel, kadang-kadang di dalam plastida ditempat berlangsungnya fotosintesis. Bentuk paling umum adalah tepung senyawa yang menyerupai tepung, lemak, atau minyak. Beberapa alga tampaknya membebaskan sebagian materi yang berlebihan kelingkungannya dan mungkin menggunakan lingkungannya sebagai tempat penyimpanan materi yang dibebaskan ini mungkin kembali lagi ke sel kemudian hari.
3.      Motilitas: organisme sebagian besar hidupnya motil, sedangkan bagian lainnya tidak mempunyai motilitas atau tidak mempunyai sel reproduktif yang motil. Sebagian alga tidak bergerak aktif ketika ia dewasa, tetapi kadang-kadang dalam stadium reproduktif mempunyai sel-sel motil misalnya pada alga coklat (Phaeophyceae) yang bentik atau alga hijau yang bentik.
Bagian-bagian rumput laut secara umum yaitu holdfast yaitu bagian dasar dari rumput laut yang berfungsi untuk menempel pada substrat dan talus yaitu bentuk-bentuk pertumbuhan rumput laut yang menyerupai percabangan. Tidak semua rumput laut bisa diketahui memiliki holdfast atau tidak. Rumput laut memperoleh atau menyerap makanannya melalui sel-sel yang terdapat pada talusnya. Nutrisi terbawa oleh arus air yang menerpa rumput laut akan diserap sehingga rumput laut bisa tumbuh dan berkembangbiak. Perkembangbiakan rumput laut melalui dua cara yaitu generative dan vegetative (Junaedi, 2004).

2.3 Klasifikasi Makroalga

Salah satu potensi biota laut perairan Indonesia adalah makroalga atau dikenal dalam perdagangan sebagai rumput laut (seaweed). Makroalga laut ini tidak mempunyai akar, batang, dan daun sejati yang kemudian disebut dengan talus, karenanya secara taksonomi dikelompokkan kedalam divisi Thallophyta. Tiga kelas cukup besar dalam divisi ini adalah Chlorophyta (alga hijau), Phaeophyta (alga coklat), Rhodophyta (alga merah) (Waryono, 2001).
            Pada umumnya divisi alga yang banyak hidup di lingkungan laut dan tubuh tersusun secara multiseluler adalah divisi Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta. Sedang divisi lain yang umumnya berukuran makroskopik dan hidup sebagai fitoplankton (Smith dalam Sulisetijono, 2000).

2.4 Chlorophyta

Alga ini merupakan kelompok terbesar dari vegetasi alga. Alga hijau (Chlorophyceae) termasuk dalam divisi Cholophyta. Perbedaan dengan divisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat tinggi karena mengandung pigmen kllorofil a dan b, karotin dan xantofil, fiolasantin, dan lutein. Pada kloroplas terdapat piretenoid, hasil asimilasi berupa tepung dan lemak. Hasil asimilasi beberapa amilum, penyusunnya sama seperti pada tumbuhan tingkat tinggi yaitu amylase dan amilopektin. Beberapa xantofil jumlahnya melimpah ketika organisme tersebut masih muda dan sehat, xantofil lainnya kan tempak den dan bgan bertambahnya umur. Pigmen selalu berada dalam plastid ini disebut kloroplas. Dinding sel lapisan luar terbentuk dari bahan pectin sedangkan lapisan dalam dari selulusa. Contohnya: Entermorpha, Caulerpa, Halimeda dan Spirulina. Alga hijau yang tumbuh di laut disepanjang perairan yang dangkal. Pada umumnya melekat pada batuan dan seringkali muncul apabila air menjadi surut (Bachtiar, 2007 ; Sulisetijono, 2009; tjitrosoepomo, 1989).
Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang bercabag atau tidak ada yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi (Tjitrosoepomo, 1989).
Chlorophyceae selnya biasanya berdinding dan beberapa badan-badan untuk berkembangbiak tidak berdinding. Komponen penyusun dinding sel adalah selulosa (Sulisetijono, 2000).
Amilum dari Chlorophyceae seperti pada tumbuhan tingkat tinggi, tersusun sebagai rantai glukosa tak bercabang yaitu amylose dan rantai yang bercabag amilopektik. Sering kali amilum tersebut terbentuk dalam granula bersama dengan badan protein dalam plastid disebut perinoid. Selain itu Chlorella salah satu anggota dari Chlophyceae memiliki nilai gizi yang sangat tinggi dibandingkan jenis jasat lain. Didalam sel Chlorella masih pula terdapat Chlorellin yaitu semacam anti biotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. (Sulisetijono, 2009).
Menurut juana (2009), tercatat sedikitnya 12 genus alga hijau yang banyak diantaranya sering dijumpai diperairan pantai Indonesia. Berikut ini adalah genus-genus alga hijau diantaranya adalah:
1.      Caulerpa, yang dikenal beberapa penduduk pulau sebagai anggur laut yang terdiri dari 15 jenis dan 5 varietas
2.      Ulva, mempunyai thallus berbentuk lembaran tipis seperti selada, oleh karenya dinamakan selda laut. Ada tiga jenis yang tercatat satu diantaranya yaitu Ulva Lactuca.
3.      Valonia (V.ventricosa), mempunyai thallus yang membentuk gelembung berisi cairan yang berwarna ungu atau hijau mengkilat.
4.      Dictyosphaera, dan jenis-jenis dari marga ini di nusa tenggara barat dinamakan bulung dan dimanfaatkan sebagai sayuran
5.      Halimeda, terdiri dari 18 jenis. Marga ini berkapur dan menjadi salah satu penyumbang endapan kapur dilaut.
6.      Chaetomorpha, mempunyai thallus atau daunnya berbentuk benang yang menggumpal
7.      Codium, hidup menempel pada batu atau karang tercatat ada 6 jenis
8.      Udotea, tercatat dua jenis dan banyak terdapat diperairan Sulawesi
9.      Tydemania, tumbuh dipaparan terumbu karang yang dangkal dan didaerah tubir 5-30 m diperairan jernih.
10.  Burnetella, menempel pada karang mati dan pecahan karang dipaparan terumbu.
11.  Burgenesia, mempunyai thallus membentuk kantung silendrik berisi cairan berwarna hijaun tua atau hijau ke kuning-kuningan, menempel dibatu karang.
12.  Neumeris, tumbuh menempel pada substrat pada karang mati di dasar laut hidup di daerah pasir di seluruh perairan Indonesia.
2.3.1     Habitat Cholorophyta
Alga hijau sebagian besar hidup di air tawar, beberapa diantaranya di air laut dan air payau. Alga hijau yang hidup dilaut tumbuh disepanjang perairan yang dangkal. Pada umumnya melekat pada batuan dan seringkali muncul apabila air menjadi surut. Sebagian yang hidup di air laut merupakan makroalga seperti Ulvales dan Sponale (Sulisetijono, 2009).
Pada beberapa nggota bangsa Zygnematales, Odogonium, Pithophora tumbuh di air mengapung atau melayang. sebagian besar dari bangsa volvocales, Chloroccales dan Desmidiaceae hidup di permukaan air sebagai plankton. Beberapa jenis tumbuh-tumbuhan melekat pada organisme lain baik tumbuhan atau hewan (Sulisetijono, 2009).
2.3.2     Reproduksi Cholorophyta
1.      Secara Vegetatif
Perkembangbiakan vegetative dilakukan dengan fragmentasi tubuhnya dan pembelahan sel.
2.      Secara Aseksual
Perkembangbiakan dengan cara membentuk sel khusus yang mampu berkembang menjadi individu baru tanpa terjadi peleburan sel kelamin. Pada umumnya terjadi dengan spora, oleh karena itu sering disebut perkembangbiakan secara sporik (Sulisetijono, 2009).
Zoospore dibentuk oleh sel vegetatif, tetapi beberapa tumbuhan terbentuk dalam sel khusus sporangia. zooszoosporeelah periode berenang beberapa waktu, berhenti pada substrat yang sesuai, umumnya dengan ujung anterior. Flagella dilepaskan dan terbentuk dinding, selama proses ini alga mensekresikan lender yang berperan untuk pertyahanan diri (Sulisetijono, 2009).
Selain dengan zoospore perkembangbiakan  perkembangbiakan secara seksual dilakukan dengan pembentukan (Sulisetijono, 2009) :
a.       Aplanospora
b.      Hipnospora
c.       Autospora
3.      Secara Seksual
Perkembangbiakan secara seksual banyak dijumpai yaitu isogamy, anisogamy, dan oogami. Isogamy merupakan perkembangbiakan secara seksual yang apling sederhan dan menuju kea rah anisogami. Pada tipe anisogami masing-masing jenis merupakan sel bebas dengan ukuran yang tidak sama, sedangkan yang lebih maju lagi yaitu tipe Oogami. Pada tipe Oogami, masing-masing gamet telah menunjukkan perbedaan ukuran maupun bentuknya (Sulisetijono, 2009).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1  Waktu dan Tempat

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) identifikasi makroalga dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu, tanggal 11-12 Oktober 2014 bertempat di Pantai Kondang Merak yang terletak di Desa Srigonco, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.

3.2  Alat dan Bahan

3.2.1     Alat
Alat-alat yang digunakan pada KKL ini adalah sebagai berikut:
§  Penggaris
§  Kamera
§  Buku identifikasi
§  Plastic
§  Kertas label
3.2.2     Bahan
§  Sampel alga

3.3  Cara Kerja

Cara kerja dari KKL (Kuliah Kerja Lapangan) dalam identifikasi makroalga adalah sebagai berikut:

1.      Dicari alga yang termasuk dalam divisi Chlorophyta sebanyak 2 spesies
2.      Didokumentasikan setiap spesies dari alga yang telah ditemukan
3.      Diamati ciri morfologi dari masing-masing spesies
4.      Diidentifikasikan masing-masing dari spesies tersebut.


 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ulva lactuca

Gambar pengamatan
Gambar literatur

Description: C:\Users\ismi anni\Documents\Bluetooth Folder\ulfa fasciata.jpg



Description: I:\KKL kondang merak\SAM_2046.JPG
Romimuhtarto, 2001

Klasifikasi
Divisi : Chlorophyta
            Kelas : Chlorophyceae
                        Ordo : Ulvales
                                    Famili : Ulvaceae
                                                Genus : Ulva
                                                            Spesies : Ulva lactuca
                Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di pantai kondang merak diperoleh hasil bahwa Ulva lactuca.  Ulva lactuca  mempunyai bentuk seperti selada yang bergerombol dan memiliki warna yang menarik jika di pandang yaitu warna hijau muda , Ulva lactuca   ini memiliki habitat di daerah pantai, yang menempel pada batuan. Tubuhnya berbentuk talus, talus yaitu suatu tumbuhan yang belum bisa diketahui secara jelas akar, batang dan daunnya.  Bentuk talus yang dimiliki oleh Ulva lactuca  ini yaitu lembaran atau helaian, dikarenakan  memiliki bentuk talus seperti lembaran atau helaian, talusnya mempunyai stuktur yang tipis seperti kertas serta licin,  tepian dari talusnya halus dan agak bergelombang,  selain itu spesies jenis ini juga memiliki tempat menempel pada batu karang atau substrat  sebagai tempat dia bertahan hidup , tempat mempel ini biasa disebut dengan holdfast, pada bagian holdfast ini biasanya talus pada Ulva  flactuca  ini mempunyai warna yang agak lebih gelap. Ulva lactuca  memiliki susunan tubuh berupa follaccus atau perlenlsmantis (filament yang pembelahan sel vegetativenya tejadi lebih dari satu bidang).
Ulva merupakan salah satu jenis alga yang dalam bahasa orang awam disebut sebagai "selada laut". Nama itu diberikan karena penampilannya yang sepintas memang mirip selada. Ulva sendiri sebenarnya merupakan nama salah satu genus alga anggota filum Chlorophyta (alga hijau). Ada 5 spesies yang termasuk dalam genus Ulva : Ulva pertusa,Ulva fasciata, Ulva rigida, Ulva linza, dan Ulva lactuca. Semua anggota genus Ulva memiliki ciri khusus berupa daun hijau dengan bentuk melebar mirip selada dan bagian mirip tangkai yang berfungsi sebagai tempat melekat ke substrat.
 Ulva lactuca merupakan tanaman makroalga dari devisio chlorophyta,Ulva lactuca hampir menyerupai tumbuhan tingkat tinggi, warnanya hijau, helaian dan tepi bergelombang, tipis seperti kertas. Susunan tubuhnya follacus atau perlenlsmantis (filament yang pembelahan sel vegetatifnya terjadi lebih dari satu bidang).
Menurut (Juneidi, 2004Ulva lactuca memiliki thallus tipis bentuk lembaran licin warna hijau tua tepi lembaran berombak. Thallus warna gelap pada bagian tertentu terutama dekat bagian pangkal karena ada sedikit. Tumbuh melekat pada substrat karang mati di daerah paparan terumbu karang di perairan dangkal dengan kedalaman 0,5 - 5 m dan dapat hidup pada perairan payau.
Ulva lactucaganggang hijau, adalah spesies dari genus Ulva. Ia menempel di batu. Ia berwarna hijau ke hijau gelap. Chlorophyta ini adalah alga berbentuk lembaran yang terdiri atas dua sel. Ulva, di antara ganggang hijau lainnya, sangat subur di area di mana ada banyak nutrisi tersedia (Aslan. 1991).
Menutut Sulisetjono (2009), Ulva lactuca bereprodulsi dengan cara vegetative, aseksual dan seksual. Perkembangan vegetative dilakukan sengan fragmentasi tbuhnya dan pembelahan sel. Perkembangan aseksual dengan cara membentuk sel khusus yang mampu brkembang menjadi induvidu baru tanpa terjadi peleburan sel kelamin. Pada umumnya terjadi denan spora oleh karena itu sering disebut dengan perkembangan sporik. secara seksual menurut Juneidi (2004) yaitu dengan cara menghasilkan spora. Prosesnya cukup unik karena Ulva menghasilkan tanaman haploid (berkromosom tunggal/n) dan diploid (berkromosom ganda/2n) secara bergantian. Tanaman dewasa dengan gen diploid memproduksi spora haploid melalui pembelahan meiosis. Spora tersebut selanjutnya akan tumbuh menjadi tanaman dewasa jantan & betina yg masing-masing haploid. Kedua tanaman yang berbeda kelamin tersebut pada masa reproduksinya akan melepas gamet haploid kelaut & dalam prosesnya, kedua gamet tersebut akan bergabung membentuk spora diploid. Spora diploid itu lalu menempel ke substrat yang keras dan tumbuh menjadi tanaman diploid untuk kemudian mengulangi proses di atas ketika mencapai kematangan seksual.

4.2 Caulerpa racemosa

Gambar Pengamatan
Gambar Literatur
Description: I:\sp8.JPG
Description: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRutfNvlQDACQTqDrJY1eu8GR7DAMmdS7ixc-gPE8nriC6xHsWv9A
Romimuhtarto, 2001

Klasifikasi
Kingdom: Plantae
Division: Chlorophyta
Class: Bryopsidophyceae
Order: Bryopsidales
Family: Caulerpaceae
Genus: Caulerpa
Species:   Caulerpa  racemosa

            Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan. Spesies ini merupakan spesies dari kelas chlorophyceae. Dengan nama spesies Caulerpa racemosa. Dengan cirri-ciri berhabitat di zona subtidal bagian bawah, tumbuh menjalar di sela-sela batuan lamun dengan cara melekat pada substrat pasir/ pecahan batu karang,  karakteristik morfologi thalus lunak menyerupai tulang rawan, berwarna hijau muda,  Tumbuh di sela-sela batu karang,  thalus melekat pada substrat dengan holdfast serabut; thalus tumbuh menjalar panjang, diameter mencapai 0,5 mm,  talus tegak mencapai 15 cm menyerupai anggur/ silindris/ pipih, tersusun radial, alternate, pinnate/ tidak teratur pada talus tegak.
Caulerpa racemosa susunan tubuhnya tubular yaitu talus yang memiliki banyak inti tanpa sekat melintang.Diding selnya mengandung xylan atau mannan.Bentuknya seperti rambut atau filament.Caulerpa racemosa bisa menghasilkan asam alginate sebagai bahan dasar kosmetik (Sulisetjono, 2009).
Caulerpa racemosa termasuk ke dalam algae hijau (Chlorophyceae). Bentuk tubuh dari spesies ini adalah senositik. Alga jenis ini memiliki bentuk tubuh yang sangat spesifik karena menyerupai segerombolan buah anggur yang tumbuh pada tangkainya. Spesies mempunyai cabang utama yang berupa axis/stolon sehingga dimasukkan sebagai bangsa siphonales (stolon berbentuk seperti pipa). Holdfast yang terdapat menyebar di seluruh axis berfungsi untuk melekat pada substrat. Alga ini terdiri dari banyak spesies yang umumnya banyak dijumpai pada pantai yang memiliki rataan terumbu karang. Spesies ini tumbuh pada substrat karang mati, pasir yang berlumpur dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan terhadap kondisi kering, oleh karena itu tumbuh pada saat surut terendah yang masih tergenang air (Aslan, 1991).
Caulerpa remosa adalah salah satu rumput laut hijau yang tumbuh secara alami di perairan Indonesia. Caulerpa racemosa ditemukan tumbuh pada substrat koral atau pada substrat pasir-pecahan karang. Caulerpa racemosa bersifat edible atau dapat dikonsumsi oleh manusia. Di Indonesia Caulerpa racemosa telah dimanfaatkan sebagai sayuran segar atau lalap, namun konsumennya masih terbatas pada keluarga nelayan atau masyarakat pesisir


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan                                                             

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil KKL (Kuliah Kerja Lapangan) adalah sebagai berikut:
1.      Ulva lactuca, spesies memiliki organisasi thalus parenkimatis dengan bentuk talus berupa lembaran-lembaran tipis, berwarna hijau, lembarannya menyerupai selada, hidup berkoloni, melekat pada substrat dengan bantuan holdfast. Tubuh dari spesies ini memiliki lapisan lilin sehingga apabila tekena panas akan mengkilap. Lapisan tersebut juga berfungsi untuk menghindari hilangnya cairan tubuh saat terkena panas yang terjadi pada waktu surut tiba. Ulva lactuca bereproduksi secara aseksual dengan oospora berflagel empat yang terbentuk pada sel-sel vegetatif, sedangkan secara seksual dengan peleburan sel-sel kelamin.
2.      Caulerpa racemosa, spesies ini memiliki organisasi thalus parenkimatis dengan bentuk talus bulat seperti anggur, berwarna hijau muda,  tumbuh di sela-sela batu karang,  thalus melekat pada substrat dengan holdfast serabut; thalus tumbuh menjalar panjang, diameter mencapai 0,5 mm,  talus tegak mencapai 15 cm menyerupai anggur/ silindris/ pipih, tersusun radial, alternate, pinnate/ tidak teratur pada talus tegak. Caulerpa racemosa bereproduksi secara seksual dan aseksual dengan oospore.

5.2 Saran

Disarankan kepada praktikan agar ketika melakukan pengambilan contoh spesies alga di Pantai Kondang Merak tidak terlalu banyak karena dapat merusak ekosistem pantai tersebut. Selain itu, disarankan pula agar praktikan lebih teliti ketika melakukan identifikasi spesies alga, karena banyak spesies alga yang bentuk atau kenampakan luar mirip tetapi merupakan spesies yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA


Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius
Bachtiar, e. 2007. Penelusuran Sumber Daya Hayati Laut (Alga) sebagai Biotarget Industry. Makalah. Jatinangor: UNPAD Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Juana, K.R.S. 2009. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan
Junaedi, W. 2004. Rumput Laut, Jenis dan Morfologinya. Jakarta: departemen Pendidikan Nasional
Smith, B M. 1955. Cryptogamic Botany. Tokyo: Mc. Graw-Hill Book Company
Sulisetijono. 2000. Studi Eksplorasi Potensi dan Taksonomi Makroalga di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang
Sulitijono. 2009. Bahan Serahan Alga. Malang: UIN Malang
Tjitrosoepomo, Gembong. 1998. Taksonomi tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press
Waryono, t. 2001. Biogeografi Alga Makro (Rumput Laut) di Kawasan Pesisir Indonesia. Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
Yulianto, K. 1996. Keberadaan Fikokoloid Alginate dalam Makroalga Coklat. Lonawarta XIX (1). Ambon: Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi LIPI